Apabila gula pasir di “rekristalisasi” (dikristalkan kembali)
maka akan terbentuk suatu produk yang berupa bongkahan-bongkahan kristal dengan
ukuran yang jauh lebih besar daripada gula pasir. Karena bentuknya yang seperti
bongkahan-bongkahan batu, maka produk ini disebut gula.
Dibandingkan gula pasir, gula batu memang masih sangat
terbatas penggunaannya. Hal ini disebabkan tingkat kemanisan gula batu yang
lebih rendah daripada gula pasir, serta harganya yang lebih mahal. Gula batu
bisa digunakan masyarakat sebagai pemanis minuman-minuman hangat, seperti
seduhan jahe, seduhan teh, seduhan kayu manis, dan sebagainya. Gula batu
digemari oleh masyarakat, karena adanya anggapan bahwa mengkonsumsi gula batu
dapat mencegah terjadinya batuk. Selain itu gula batu lebih disukai karena
tahan lama dan mudah dibawa.
Bahan-bahan:
- Gula pasir
- Air bersih
- Natrium bisulfait (NaHSO3)
Peralatan:
- Kuali besar
- Kompor yang dilengkapi dengan tangki minyak tanah
- Ember sebagai alat pencetak
- Palu
Cara pembuatan:
1. Gula pasir yang akan digunakan harus gula pasir yang berkualitas baik dan bersih. Baik-buruknya kualitas gula batu yang akan dihasilkan sangat tergantung dari mutu gula yang digunakan. Gula dilarutkan ke dalam 20 persen air, diaduk sampai larut dan dimasak di dalam kuali sampai mencapai tingkat kekentalan sekitar 41 Be. Tingkat kekentalan ini dapat juga ditentukan tanpa menggunakan alat, tetapi berdasarkan pengalaman. Menjelang akhir pemasakan, dilakukan penambahan natrium bisulfit sebanyak 0,5 % dari berat gula pasir yang digunakan. Fungsi natrium bisulfit adalah untuk mencegah timbulnya warna coklat pada produk gula batu dan juga sebagai bahan pengawet.
2. Setelah masak, adonan dicetak menggunakan ember anti karat atau ember plastik. Di dalam ember sebelumnya telah dipasang anyam-anyaman benang. Fungsi anyaman benang adalah untuk merangsang dan mengatur pembentukan kristal gula. Benang-benang tersebut dapat dibuang pada saat gula batu telah dilarutkan. Benang akan tenggelam di dasar larutan.
3. Ember yang telah berisi adonan gula, kemudian didinginkan pada suhu kamar selama 7 hari. Kristal gula yang mulai terbentuk akan menempel pada benang, kemudian menjalar ke seluruh bagian.
4. Cairan gula (tetes) yang tidak dapat membentuk kristal harus dipisahkan dari kristalnya. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan cara memiringkan ember-ember pencetak di dalam rak-rak bambu atau kayu. Hal ini dilakukan 3 hari setelah adonan gula dimasukkan ke dalam ember. Tetes yang keluar ditampung di dalam ember untuk diolah kembali menjadi gula batu dengan kualitas yang lebih rendah.
5. Setelah pembentukan kristal sempurna, kristal gula dikeluarkan dari ember. Kristal kemudian dipecah-pecah dengan palu sehingga terbentuk bongkahan-bongkahan yang tidak beraturan.
6. Gula batu yang terbentuk selanjutnya dikemas dengan plastik. Tiap kemasan berisi 0,25 kg atau 1 kg.
No comments:
Post a Comment