Pisang
telah lama akrab dengan masyarakat Indonesia, terbukti dari seringnya pohon
pisang digunakan sebagai lambing dalam berbagai upacara adat di Indonesia.
Namun pengolahan pisang sejauh ini masih sangat terbatas sekali. Umumnya buah
pisang dimakan dalam keadaan masak segar, pisang goring, aneka kue, pisang sale
dan tepung pisang. Pengolahan buah pisang menjadi pisang sale atau tepung
pisang perlu digalakkan, apalagi mengingat produksi pisang yang berlimpah di
Indonesia. Produksi pisang
Indonesia mencapai 50 persen dari total produksi pisang di Asia, tetapi sebesar 30 – 40 persennya tidak dapat dimanfaatkan, karena hama, penyakit dan penanganan lepas panen yang kurang baik.
Indonesia mencapai 50 persen dari total produksi pisang di Asia, tetapi sebesar 30 – 40 persennya tidak dapat dimanfaatkan, karena hama, penyakit dan penanganan lepas panen yang kurang baik.
Dalam
hubungannya dengan penangan lepas panen ini, pengolahan pisang menjadi pisang
sale dipandang tepat. Pisang sale adalah pisang segar yang telah mengalami
proses pengeringan sampai tingkat kadar air tertentu (17 -18 persen). Selain
proses pengeringan, pada pembuatan pisang sale juga terjadi proses fermentasi
yaitu pengubahan pati menjadi gula-gula sederhana, oleh enzim-enzim pemecah
pati. Rasa manis juga dapat ditimbulkan oleh menurunnya kadar air pisang sale
selama proses penjemuran.
Secara
tradisional proses pembuatan pisang sale ini sangat mudah, yaitu meliputi
pengupasan pisang, pengeringan di bawah sinar matahari menggunakan tampah yang
telah dialasi merang dan pengepresan sampai tingkat ketebalan tertentu. Masalah
yang sering timbul dari pisang sale yang dibuat dengan cara ini, adalah
tumbuhnya jamur dan kapang di atas permukaan pisang sale.
Untuk
memperoleh pisang sale yang bermutu baik, yaitu yang mempunyai rasa, warna,
baud an konsistensi yang baik, perlu diperhatikan masalah bahan baku dan proses
pembuatannya. Pisang yang digunakan harus mempunyai tingkat kemasakan yang
cukup (bukan merupakan hasil peraman). Untuk menghindari tumbuhnya kapang dan
jamur pada permukaan pisang sale, perlu dilakukan upaya pengasapan sebelum
pengeringan. Pengasapan dengan gas blerang oksida (SO2) telah
terbukti dapat meningkatkan mutu pisang sale. Untuk mengasap 18 kilogram pisang
hanya diperlukan sekitar 1 gram belerang. Pengasapan dapat dilakukan di dalam
lemari pengasap yang khusus dirancang untuk keperluan ini. Setelah proses
pengasapan selesai, dilanjutkan dengan penjemuran. Untuk mencegah
kemungkinan-kemungkinan pencemaran selama penjemuran, sebaiknya penjemuran
dilakukan di dalam alat penjemur sederhana yang terbuat dari kayu dan plastic.
Bahan-bahan:
- buah pisang masak (bukan hasil peraman)
- jerami padi (merang)
Peralatan:
- botol untuk menipiskan pisang sale
- alat penjemur sederhana
Cara pembuatan:
1. Pisang yang telah masak (bukan hasil peraman) dikkupas kulitnya dan dikerok tipis dengan sendok. Kemudian pisang yang telah dikupas kulitnya, disusun di atas tampah secara teratur dan dimasukkan ke dalam lemari pengasap. Ditempat tersebut, pisang diasap dengan asap hasil pembakaran gas blerang (SO2) dan arang. Pengasapan ini berguna untuk memucatkan warna pisang sehingga diperoleh warna pisang yang dikehendaki, mencegah kehilangan vitamin A dan C yang lebih besar, memperpanjang daya tahan simpan pisang sale dan membunuh khamir, bakteri dan jamur.
2. Setelah di asap, pisang dimasukkan ke dalam alat penjemur. Setelah penjemuran sehari, pisang dipres dengan menggunakan botol. Pisang di tindas dengan botol, sampai tingkat ketebalan yang diinginkan (umumnya sampai ¼ cm). Penjemuran dilakukan selama 3 – 4 hari.
3. Setelah pengeringan tersebut selesai, terbentuklah produk olahan pisang sale. Langkah selanjutnya adalah penangan setelah pengolahan, yang meliputi pengemasan dan pemasaran produk.
No comments:
Post a Comment